Minggu, 28 November 2010
Arabian Toilet
Senin, 22 November 2010
Hajj 2010
Alhamdulillah tak henti-hentinya rasa syukur ini kami panjatkan kehadirat Allah swt. Alhamdulillah tanggal 19 kemarin kami telah sampai di Qatar kembali setelah dari tanggal 11 november kami berangkat untuk menjalankan ibadah haji ke Baitullah.
Perjalanan kami mulai tanggal 11 november 2010 pagi karena pesawat akan terbang pukul 13.30. Setelah check-in dll, kami segera ke ruang tunggu. Tak ada kendala yang berarti, semua lancer, kami juga sudah siap memakai ihram dari rumah. Beberapa teman ada yang satu penerbangan, ada pula rombongan teman Indonesia yang salah tiket kurang lebih 4 orang. 1 orang bisa tetap diberangkatkan, 1 lagi harus berangkat lewat muscat (Oman) dan 2 orang lagi batal berangkat setalh beberapa hari kemudian berusaha mencari tiket pengganti tidak berhasil. Alhamdulillah, Allah menunjukkan bahwa kami harus banyak bersyukur karena tidak mengalaminya dan semua berjalan lancar.
Kami sampai di Jeddah pukul 4 sore, urus2 imigrasi dan memulai perjalanan ke hotel di Aziziya Mekkah pukul 8 malam. Dan Alhamdulillah kami sampai pukul 11 malam, istirahat sebentar, makan langsung lanjut umroh di masjidil Haram. Umroh selesai kurang lebih pukul 3 pagi, belum begitu ramai, dan waktu itu memang tengah malam. Sambil menunggu shubuh kami tilawah dan tidur-tiduran sebentar di masjidil haram. Hal yang cukup membuat ujian buat saya adalah karena payudara saya bengkak setelah sekian lama tidak disusu. Saya juga lupa untuk membawa pompa, alhasil saya harus bertahan dengan bengkak dan rasa sakit. Dalam hati saya berdoa semoga Hasan ditinggal tidak apa-apa, tidak rewel, dan sempat terbersit coba ya ada bayi yang mau menyusu di masjidil haram, saya pasti akan sangat senang sekali menyusuinya....yah tapi paling juga ga ada yang mau kali.
Setelah fajar kami pulang kembali ke hotel dan bersiap untuk ihram kembali lusanya berangkat ke mina untuk mabit pada hari tarwiyah. Alhamdulillah hamlah(agen) kami sangat melayani sekali para jamaah menjalankan ibadah haji dengan pelayanan terbaik yang mereka bisa. Tenda kami di mina juga lumayan dekat dengan hotel dan jamarat. Tenda kami dialasi dengan busa cukup tebal dengan ada penyekat di samping kanan-kiri, jadi saat tidur kami tidak akan melihat satu sama lain. Saat kami sampai di tenda dan menata barang, kami dikagetkan dengan berita teman-teman dari doha dengan hamlah lain yang harus kembali ke hotel karena tidak tersedianya tenda. Ya, tenda di mina diatur per Negara, jadi satu area Qatar masih berdekatan satu lokasi. Wallahu a’lam karena factor tenda yang berkurang atau factor jamaah yang meningkat jumlahnya. Beberapa teman kami itu akhirnya harus pasrah kembali ke hotel dengan resiko membayar dam karena tidak mabit di mina. Sebagian masih bertahan dengan berdesak-desakan di tenda bagi ibu-ibunya dan bapak-bapak ngemper di luar tenda. SUngguh hal yang sangat jauh berbeda dengan kondisi tenda kami....Ya Allah seandainya kami bisa menampung teman-teman kami tersebut tentu masih muat. Tapi pihak hamlah tentu tidak mengijinkan jamaah selain hamlah tersebut masuk ke tenda kami.
Rangkaian ibadah haji ini selalu diselingi halaqah oleh pembimbing haji dari pihak hamlah. Alhamdulillah kami mendapat pembimbing yang subhanallah sangat inspiratif dan selalu mengingatkan kami apa aktivitas yang kami lakukan. Persiapan keesokan harinya di arafah, bahwasanya di arafah Rasulullah berdoa sedari dzuhur hingga terbenam matahari dan tidak sedetikpun lepas perhatiannya dari doanya. Berdoa sebanyak-banyaknya dengan tentu saja yang paling utama adalah doa agar dosa kita diampuni,serta kita bisa memasuki JannahNya, terhindar dari siksa api neraka. Dan diingatkan pula untuk selalu yakin, haqqul yakin bahwa Allah pasti akan mengabulkan doa hambaNya. Saat di padang arafah inilah, saya merasa kedekatan yang luar biasa dengan Allah, dengan kematian, hari Akhir dan akhirat. Betapa sungguh manusia tak ada apa-apanya di hadapan Allah swt.
Perjalanan dilanjutkan dengan mabit di muzdalifah, mabit dengan beralaskan tikar beratapkan langit. Shubuh tiba, kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki meju mina untuk melempar jumrah aqabah. Setelah awalnya kami dijanjikan untuk naik bis, tap ibis pun sudah tak mampu bergerak karena macet yang luar biasa, kami putuskan untuk jalan. Lumayan jauh, sesampai di tempat melempar jumrah jamaah sudah sangat penuh sesak. Saya menggandeng erat tangan suami, dan ya Allah bagaikan lautan manusia saling dorong saat melempar jumroh. Saya sempat terdorong dan terombang-ambing di pusaran manusia hingga kemudia saya dan suami berhasil keluar dari arus lautan manusia dan kami selesai melempar jumroh. Kami tahalul awal dengan mencukur rambut, sembari menunggu suami mencukur rambut saya istirahat sejenak. Saat itu payudara saya kembali bengkak tak terkira. Sekarang saya menyiasati dengan selalu membawa pompa peras di tas jadi bisa mompa di mana saja kapan saja. Tiba tiba ada seorang bapak kewalahan membawa anak bayinya yang nangis minta mimi. Dan dia menyerahkan begitu saja bayi tersebut di gendongan saya samba lbilang dengan bahasa arab dia mau nyari istrinya, ibu si bayi tersebut. Saya bingung ditinggal bapak itu, apakah ini jawaban atas doa saya untuk bisa menyusui anak? Tapi saya tak berani, takut bapaknya marah. Akhirnya saya beri air putih saja sambil terus berusaha saya diamkan karena dia terus menerus menangis.
Selesai melempar jumroh kami melanjutkan perjalanan menuju masjidil Haram untuk thawaf ifadah. Sebenarnya ada satu lagi ujian kami kali ini, Ada mbak-mbak tkw yang dihajikan majikannya sendirian tanpa mahram. Dia akhirnya mengikuti kami berdua dan sesekali kami diuji dengan ketidak nyambungannya serta ketidaktahuannya akan ibadah haji ini sendiri. Tapi Alhamdulillah Allah masih beri saya kesabaran, dengan begini saya bisa berbagi ilmu dengannya. Dia terus mengikuti kami, bareng kami, sesekali istirahat karena kaki yang lelah berjalan. Sesampai di masjidil haram, thawaf dan sa’i kami lakukan. Kondisi masjidil haram sudah mulai meadat sehingga kami memutuskan untuk thawaf di lantai 1 saja. Selesai sa’i kami kembali ke mina dengan taksi, tapi taksi pun tak bisa mngjangkau terlalu masuk mina. KAmi diturunkan di jalan dan meneruskan perjalanan dengan jalan kaki lagi. Hari itu full dengan jalan kaki sedari pagi hingga sore. Setiap kali kami lihat ibu-ibu/bapak-bapak renta yang berhaji....Ya Allah kasihan mereka, pasti capek sekali,kondisi badan kami yang masih muda tentu berbeda dengan mereka yang sudah sepuh. Memang ibadah haji seharusnya dilakukan selagi muda, sungguh dibutuhkan stamina yang kuat. Tapi mungkin buat orang Indonesia, uang untuk berangkat ubadah haji pun baru bisa terkumpul saat usia telah renta. Saya jadi ingat bapak saya yang tahun lalu berhaji....kasihan hmmm.
Sesampai di mina kami lanjutkan mabit untuk keesokan harinya menlontar jumroh tanggal 11 dan 12 dzulhijjah. Kami memang mengambil nafar awal dan hanya melempar jumroh 2 hari saja. Kepadatan saat melempar jumroh kali ini masih sama dengan kepadatan saat lempar jumroh pertama kemarin. Beberapa ibu-ibu teman kami juga diwakilkan suaminya karena kondisi yang sangat padat dan kurang baik bagi wanita untuk ikt berdesak-desakan.
MAbit di mina harus selalu dimaksimalkan dengan doa dan ibadah sebanyak-banyaknya. Sampailah saat kami harus meninggalkan mina saat tanggal 12 dzulhijjah. Kami bergegas menuju bis dan membawa barang-barang. Sesampai di pinggir jalan raya, di atas jembatan kami menunggu bis datang. Menunggu dan menunggu bis tak juga mncul. Cuaca panas berubah agak mendung, kilat mulai menyambar dan hujan mulai turun. Beberapa dari kami meutuskan kembali ke tenda. Tapi kami tidak, berhujan-hujanan dengan petir yang menyambar-nyambar, tak sengaja kami baru menyadari hujan yang turun adalah hujan es. Pantesan kepala kayak dilemparin batu, temen saya bilang kok kayak kena lempar jumroh ya? Hihi....kadang memang saat lempar jumroh kami beberapa kali saat posisi sudah di depan kelempar kerikil dari belakang yang salah sasaran. Ini hujan es pertama yang saya temukan di tengah negeri padang pasir, di bogor sih dulu sering, di Qatar belum pernah, di Saudi....ini jga yang pertama buat saya. Setelah berhujan-hujan ria, kami memutuskan pulang ke hotel jalan kakii karena takut kena maghrib masih di area mina.
Sampai di hotel dengan kondisi basah kuyup dan menggigil kedinginan karena hujan es. Malamnya bersiap untuk thawaf wada, selesai kurang lebih pukul 4 pagi. Pukul 6 kami sudah harus bersiap di bis menuju bandara king abdul aziz Jeddah. Alhamdulillah, setelah pesawat delay kurang lebi 6 jam, sampai juga kami di doha dengan selamat pukul 8 malam. Bertemua anak-anak....rasanya kangen sekali, dan yang cukup membuat hati saya sedih adalah Hasan menolak saya susui. Selama di sana selalu saya pompa agar produksi asi tidak berhenti. ASI memang tidak berhenti, tapi hasan yang mengalami bingung putting. Saya sudah pasrah, kondis badan juga sudah sangat drop karena radang tenggrookan, mau meriang dan capek. Akhirnya saya peras lalu dimasukkan ke botol, hingga sekarang masih seperti itu. Ya Allah jika memang ini yang terbaik bagi kami(saya dan hasan) mohon ikhlaskanlah hati ini akan semua keputusanMu. SUngguh semua telah saya perkirakan, hati sudah maju mundur untuk berangkat atau tidak bercampur dengan ketakutan hasan tidak bisa mimi asi lagi. Tapi saat say abaca kembali fiqh haji yusuf qardhawi, tidak ada alasan terbebasnya kewajiban haji bagi ibu yang anaknya masih menyusu tapi sudah bisa makan dari selain menyusu (lebih dari 6 bulan, sudah ada pendamping ASI). Ya Allah semoga masih bisa diusahakan agar hasan mau mimi lagi, kalopun tidak bisa, ikhlaskan hati ini atas semuanya Ya Allah. JAdikan kami haji yang mabrur. Amin Ya Rabbal Alamin.