Judul seperti ini sebenarnya sudah pernah saya bahas di cerita yang lalu. Hanya sekedar menambahi, karena kondisi yang baru saya kami rasakan/alami maupun musim mudik yang akan datang sebentar lagi. Kalau dari Qatar, biasanya musim mudik terjadi saat libur sekolah menjelang lebaran (bablas). Memang timingnya tepat, pas di sini lagi summer...ngabur aja hihi. Lama banget, bisa sampai 3 bulanan, walopun saya juga belum pernah karena anak kami belum ada yang sekolah formal.
Hidup merantau memang penuh dengan tantangan dan cobaan. Apalagi jika kita merantau bermil-mil jauhnya, yang tidak mungkin pulang dalam waktu sekejap mata. Ada suka ada duka silih berganti, home sick, kangen keluarga di rumah, kangen suasana kampung halaman menjadi hal yang datang silih berganti.
Saat sakit, bingung mau gimana, pun saat anak-anak sakit. Saya jadi teringat beberapa bulan silam saat saya memutuskan untuk lahiran di indo. Banyak ibroh yang bisa saya ambil dengan keputusan tersebut. Ternyata bulik saya meninggal saat saya sedang menunggu kelahiran hasan di tanah air. Alhamdulillah saya masih sempat bisa bertemu, menengok saat sakit, demikian pula dengan ibu saya. Awalnya kalo saya lahiran di Doha, ibu akan datang untuk menemani saya lahiran. Alhamdulillah ibu ga jadi harus berangkat ke Doha, mungkin saja kalo di Doha, beliau malah kepikiran saat mendapati kabar bulik saya meninggal.
Seperti halnya kemaren, saat ayah mendapat kabar mbah Uti di Sragen meninggal...kami hanya bisa berdoa. Tak bisa memeberikan penghormatan terakhir, maupun menengok orang tua kami. Sedih sebenernya, tapi ya gimana lagi...tidak mungkin kami bisa pulang dalam waktu dekat ini. Insya Allah doa khan menembus batas jarak dan waktu. Doa2 yang kita panjatkan kepada Allah, itu yg terpenting.
Saat-saat ini kami sedang bingung memutuskan booking tiket pesawat buat mudik lebaran. Tahun kemaren kami berlebaran di Qatar, tahun ini kami memutuskan untuk pulang. Tak hanya kangen, tapi ada alasan yang lebih penting lagi. Pengalaman tahun kemaren saat ayah tidak pulang dan mengambil cuti saat Ramadhan, Ayah jadi sangat kecapekan. Teman-teman banyak yang pulang, lemburan pekerjaan jadi banyak, bekerja saat berpuasa juga benar-benar terasa deritanya. Apalagi saat summer seperti sekarang, bahkan nanti saat Ramadhan bisa jadi saat puncaknya summer berlangsung. hufh....kasihan ayah, malah ga bisa fokus ibadah, apalagi di 10 hari terakhir...sayang banget. So...kami memutuskan untuk ambil cuti saja dan pulang skalian berlebaran di indo. Bismillah smoga dilancarkan semuanya, kendati telat booking tiketnya, jatuhnya jadi lebih mahal, but its oke lah, diganti ini pake uang tiket dari perusahaan. Booking tiket pulang itu earlier means cheaper hehe...:)
Hal lain yang terasa adalah, saya jadi bisa masak macem-macem jenis masakan (mo bilang pinter masak kok ga pede). Karena di sini, kami para ibu, jadi terlatih buat masak segala makanan indo sendiri. Kalo ga masak ya ga ada makanan, ga ada orang yang jualan ider gitu. Kalopun ada musti keluar ke tempat makan indo yang jumlahnya pun tidak banyak. Alhasil, pengen apa2, makanan, masakan apa aja...musti keratif bikin sendiri. Apalagi kalo pas ada acara, dan itu pun sering, entah itu pengajian, arisan, diskusi dll. Buat konsumsi biasanya kami bagi tugas masak or bikin kue. Pantesan dulu temen yang di tuban bilang, ibu2 yang habis pulang dari qatar bukannya pinter bahasa arab tapi malah pada pinter masak. Alhamdulillah saya juga masih bisa masak di sela-sela waktu jagain hasan dan silmi. Ya itu tadi, kalo ga masak ya ga makan. Emang saya seneng masak juga n ya kerjaan kita apalagi coba selain masak? Paling kalo dah bosen, baru deh jajan di luar. Jadi mo makan apa? mie ayam, bakso, soto, bubur ayam, risole, martabak, brownies...yuks mari!